mulai membasuh kaki murid-murid-Nya, lalu menyekanya dengan kain yang terikat pada pinggang-Nya.- Yohanes 13:5
Untung saya bukan Yesus. Kalau saya jadi Yesus, mungkin saya akan berpikir ribuan kali sebelum mengambil baskom berisi air yang terletak di pojok ruangan, berikut kain yang biasa digunakan untuk mengelap kaki. Selain karena gengsi, alasan lain yang membuat saya menolak mentah-mentah untuk membasuh kaki para murid karena kehidupan para murid yang sama sekali tidak dapat diandalkan. Mau saya sebutkan?
Sekali lagi, untung saya bukan Yesus. Kalau saya jadi Yesus mungkin saya akan berkata pendek, “Membasuh kaki mereka? Sorry deh...” Karena Yesus tidak seperti saya, maka Ia melakukan hal yang luar biasa. Ia tetap menunjukkan kasih yang mendalam, termasuk terhadap mereka yang akan menjual-Nya, menyangkal-Nya dan yang akan meninggalkan-Nya. Ngomong-ngomong, kita ini memiliki kemiripan dengan para murid itu lho. Coba hitung berapa kali kita berbuat dosa dan berapa kali kita melukai hati-Nya? Kita harusnya tak layak dikasihi. Kita patutnya dibuang. Kita jauh dari predikat baik. Namun bersyukur, Yesus melakukan kasih yang sedemikian revolusioner. Kasih yang mencengangkan. Kasih tanpa batas. Kasih yang melampaui perasaan dan nalar. Mengasihi yang tak patut dikasihi. Berbelas kasihan kepada yang tak layak beroleh belas kasihan.
Kasih Yesus melampaui batas perasaan dan nalar. Sungguh, kasih yang mencengangkan ...(Kwik)
» Renungan ini diambil dari Renungan Harian Spirit
» Renungan ini diambil dari Renungan Harian Spirit
0 komentar: